Kamis, 27 Januari 2011

Ocepa Kingdom Eps 6

Enam

Malam itu, untuk pertama kalinya Glenn tidur di kamar yang dihadiahkan Raja padanya. Baginya kamar itu terlalu besar bahkan jika dia memasukan seluruh isi rumahnya. Dia tak bisa memejamkan mata dan punggungnya terasa aneh ketika mendarat ke tumpukan kain lembut di atas tempat tidurnya. Berulang kali dia mengambil posisi yang nyaman tapi hal itu justru membuatnya frustasi. Pikirannya sekarang ada pada Aleph. Apa yang dilakukan orang tua itu jika tahu kalau Glenn ada disini?

Glenn menarik selimutnya tepat saat telinganya yang tajam mendengar suara kelontangan di suatu tempat. Suara itu bergema. Glenn terduduk dan menyingkirkan selimutnya. Dengan cepat dia memakai kembali rompinya dan dengan perlahan membuka pintu kamarnya yang berderit. Dalam hati dia bertanya-tanya darimana asal suara itu berada.

Glenn berlari cepat tanpa suara. Telinganya siap menangkap suara sekecil apapun dan matanya bisa membaca gerakan yang cepat. Saat ini langit gelap tanpa bulan, justru kelihatan awan hitam di atas sana. Kali ini dia mendengar suara lagi, suara langkah kaki. Mungkin orang biasa tidak terlalu bisa mendengarnya, namun tidak bagi Glenn. Sudah lebih dari lima tahun dia tinggal di hutan, dididik oleh seorang ahli pedang ternama dan seluruh inderanya sudah dipersiapkan untuk menangkap segala hal dalam ukuran kecil sekalipun.

Glenn merapat ke dinding dan mendengar lagi lebih teliti. Suaranya berasal dari kamar Pangeran Louis. Apa Pangeran Sulung itu belum tidur? Glenn menelengkan kepalanya dan mendekatkan telinganya ke pintu besar yang menutup kamar sang Pangeran.

Tidak terdengar apa-apa. Mungkin asalnya bukan dari kamar Pangeran Louis atau Glenn yang mungkin saja merasa dia mendengar sesuatu karena tidak ingin tidur.

DUK.

Kali ini Glenn tak mungkin salah dengar. Itu suara dari dalam kamar sang Pangeran. Kalihatannya ada sesuatu yang menghantam tempat tidur karena suaranya terendam. Glenn membuka pintu sedikit dan mengintip. Disana hanya ada kegelapan, namun Glenn dapat melihat dengan jelas bahwa ada bayangan gelap yang bergumul.

Seseorang sepertinya berusaha menjejalkan sesuatu kepada si Pangeran, yang berkutat melepaskan diri. Tanpa banyak basa-basi lagi, Glenn segera beranjak dari tempatnya dan berseru dengan suara yang bisa membangunkan satu kastil.

“Apa yang kau lakukan pada Pangeran?”

Bayangan itu sempat terdiam. Glenn melihat Pangeran Louis yang tampak ketakutan, wajahnya diliputi kengerian. Dan sebelum Glenn bersiap-siap, orang tersebut sudah melompat dari tempat tidur dan kabur dari jendela. Glenn sebenarnya ingin mengejarnya, namun ketika dia melihat kondisi Pangeran Louis yang melemah, Glenn segera memeriksanya.

“Pangeran, Pangeran! Anda tidak apa-apa?”

“Glenn…”

Glenn merasakan ada bau yang berbeda dari tubuhnya dan terkejut ketika napas Pangeran Louis mulai terputus-putus. Jantung Glenn seakan berhenti berdetak, tanpa berpikir lagi, dia sudah menggendong Pangeran Louis di punggungnya dan berlari kencang.

“Ada apa? Siapa yang berteriak?”

“Tadi aku mendengar—”

Satu per satu penghuni istana terbangun dan mereka dikejutkan oleh Glenn yang berlari terburu-buru membawa Pangeran Louis keluar dari istana.

“Ada apa?”

“Apa yang terjadi?”

Glenn melewati prajurit dan dayang yang menunjuk-nujuknya. Dia berlari menuju taman. Kalau dia tak salah lihat ingat ada daun teh yang ditanam di istana. Dan kalau tidak salah ada di dekat air mancur.

Glenn segera menemukannya. Dia menidurkan Pangeran Louis yang wajahnya mulai membiru di rerumputan yang dingin dan beranjak mencabuti pucuk daun teh yang masih muda dengan terburu-buru. Tangannya gemetaran ketika meremas dedaunan itu.

Dalam sekejap, beberapa prajurit sudah mengelilinginya dan masing-masing dari mereka menyiagakan tombak mereka pada Glenn.

“Saat ini aku tak punya waktu untuk main-main,” gerutu Glenn menerobos prajurit. Dia berlutut disamping Pangeran Louis yang sekarang justru dalam kondisi kritis. “Ayolah, Pangeran, bernapas.” Glenn menteskan remasan daun teh ditangannya ke mulut sang Pangeran. “Ambilkan air.”

“Apa?” salah seorang prajurit terbengong-bengong.

“Ambilkan air! Cepat!” bentak Glenn kesal.

“I, iya.”

Salah seorang dari mereka meninggalkan kerumunan. Glenn memeriksa denyutan nadi Pangeran Louis yang melemah. Obatnya belum bekerja, batinnya. Dia butuh air, secepatnya. Glenn melihat air mancur dan segera beranjak. Kemudian dia melepaskan rompinya dan mencelupkannya ke dalam air mancur. Saat ini dia tak bisa berpikir dengan jernih, dia butuh tindakan cepat.

“Pangeran, minumlah sedikit,” Glenn membuka mulut Pangeran Louis dan meremas rompinya yang basah. Air dari rompinya menetes deras dan masuk dengan cepat. Pangeran Louis terbatuk beberapa saat.

“Pangeran, sedikit lagi. Keluarkan racunnya,” kata Glenn. Tangannya bergetar ketika menopang punggung Pangeran Louis. “Muntahkan racunnya.” Perintah Glenn menepuk-nepuk punggung Pangeran Louis. “Muntahkan, kalau tidak kau bisa mati.”

Pangeran Louis terbatuk-batuk. Pernapasannya serasa tercekik, ada sesuatu yang membengkak dalam tenggorokannya dan harus segera dikeluarkan. Glenn menepuk punggungnya lagi dan saat itu pula, dia memuntahkan sesuatu.

“Bagus, Pangeran, seperti itu,” kata Glenn menepuk punggung Pangeran Louis yang melemah. Darah yang menggumpal karena racun itu berhasil dikeluarkan. Kalau saja tadi Glenn tidak segera menemukan daun teh, mungkin darah dalam tubuh Pangeran Louis akan jadi seperti itu.

“Ada apa ini? Oh, ya, Tuhan!” Raja Joseph berlari dengan wajah berkeringat ketika melihat Pangeran Louis terbatuk-batuk dan darah keluar dari mulutnya. Pangeran Charlie segera menyusul, wajahnya pucat.

“Tabib Glenn, Louis, dia—”

“Anda jangan khawatir, Yang Mulia,” Glenn meletakan kepala Pangeran Louis yang terkulai lemah ke dadanya. “Racunnya berhasil dinetralkan. Ada yang berusaha membunuh Putra Anda.”

“Tapi dia?”

“Dia tidak apa-apa. Hanya sedikit kelelahan dan trauma. Saya rasa Anda harus memberi ksatria khusus untuknya, bagi keamanannya, Yang Mulia,” kata Glenn tenang. “Saya rasa lebih baik Anda istirahat dulu, Yang Mulia. Besok saya akan menceritakan masa—” Glenn terdiam. Matanya menyipit tajam. Dia baru saja melihat ada bayangan di antara pohon cemara.

“Ada apa?” kata Pangeran Charlie.

“Seisi istana bangun, tentu saja dia tak akan mudah kabur,” gumam Glenn. Dia kembali meletakan Pangeran Louis untuk tidur di rerumputan kemudian dia mengambil pedang salah satu prajurit.

“Tabib Glenn?”

“Saya menemukan orang yang menyerang Pangeran, Yang Mulia. Anda tunggu disini,” kata Glenn. Dia berjalan dengan perlahan menuju ke salah satu pohon cemara dan menangkis serangan cepat dari pelaku yang bersembunyi.

Suara hantaman pedang terdengar seru.

Glenn menangkis dengan mudah. Gerakan amatir, sama sekali tidak berkepribadian. Glenn melompat ke sisi tembok ketika orang tersebut hendak menghunusnya. Glenn kembali memainkan pedangnya, matanya berlum terbiasa pada pelaku berpakaian hitam ini, jadi dia butuh adaptasi.

“Menyerah saja! Kau tak mungkin kabur,” kata Glenn. Dia menyerang dengan cepat kemudian melompat menghindari serangan lawan. Glenn melihatnya mengeluarkan sesuatu dari punggungnya kemudian melempar serbuk itu padanya.

Glenn cepat-cepat menghindar. Dia menunduk dan menyerang, menghunuskan pedangnya ke tangan si pelaku bertopeng. Dengan cepat, Glenn mengambil alih kekuasan, pedang miliknya terlempar ke atas dan menancap ke tanah beberapa detik kemudian.

Si pelaku tak bisa bergerak ketika Glenn menodongnya dengan ujung pisaunya.

“Hebat,” gumam Pangeran Charlie takjub.

***

Kejadian malam itu segera menyebar ke seluruh penjuru negeri dengan berbagai versi, tentu saja. Salah satunya, ada Pemuda yang mencoba membunuh Pangeran atau usaha penyelamatan dan tindakan gigih prajurit dalam menghadapi kejadian tragis atau malah cerita yang lebih parah lagi kalau Pangeran Louis sudah mati kehabisan darah. Namun cerita yang pasti adalah kalau orang yang menyerang si Pangeran sudah tertangkap dan sekarang sedang diadili oleh pihak yang berwajib.

Dia mengaku sebagai salah satu pemberontak yang tak puas dengan pemerintahan Raja Joseph dan siap mati demi menggulingkan Raja Joseph dari singgasananya. Awalnya dia mengaku kalau dia mengincar Pangeran Charlie namun dia salah masuk kamar. Dia mengira kalau Pangeran Louis adalah Pangeran Charlie, jadi bisa dikatakan kalau waktu itu Pangeran Louis sedang sial.

Raja Joseph tampak berang ketika mendengar pengakuannya dan memerintahkan untuk menangkap semua pemberontak, hidup atau mati. Baginya ini sudah kelewatan. Dia marah besar karena sampai saat ini, pihak keamanan sama sekali belum mengambil tindakan apapun. Untuk masalah kali ini, dia marah besar pada Jendral Rodius.

“Tenanglah, Sahabat. Aku sudah mencari tahu tentang kelompok pemberontak ini dan menangkap separuh dari pelakunya. Hanya saja saat ini kami sama sekali belum bisa menemukan siapa otak dari masalah ini. Aku minta kau bersabar.” Kata Jendral Rodius dengan nada bersalah.

Raja Joseph memukul meja.

“Aku tak bisa tidur dengan tenang kalau para pemberontak itu selalu mengincar anak-anakku. Hari ini Louis, tapi lain kali dia akan mengincar Charlie. Sekarang aku malah mencemaskan Willy yang tinggal jauh di Selatan. Penjagaan disana tidak sekuat disini. Bahkan penjagaan disini saja berhasil menyerang Louis, apa jadinya dengan Willy yang sendirian di Selatan?”

Jendral Rodius menghela napas. “Pangeran Willy pasti akan baik-baik saja.”

“Anak itu sombongnya tidak ketulungan!” kata Raja Joseph lagi. “Banyak yang membencinya. Dia itu sasaran empuk!”

“Namun Pangeran Willy adalah ahli pedang.”

“Tetap saja dia tidak seahli Alfred!” Raja Joseph hari ini sepertinya tidak bisa dibantah. Jendral Rodius mengakui kalau Raja Joseph sedang gundah dan saat ini tak ada satupun kata-kata yang bisa menenangkannya. “Untung saja saat itu ada Tabib Glenn kalau tidak Louis pasti sudah mati.”

“Ya, Tabib Glenn memang ksatria hebat.”

Raja Joseph menatap Jendral Rodius dalam beberapa detik. “Kau bilang apa barusan? Tabib Glenn seorang Ksatria?”

“Belumkah aku memberitahumu, Sahabatku?” Jendral Rodius berakting seolah-olah dia melupakan sesuatu yang penting. “Tabib Glenn terkenal sebagai salah satu orang yang mengusir perompak di daerah perbatasan di desa Cylocs. Tak ada satupun orang yang bisa mengalahkan kepandaiannya dalam memainkan pedang.”

“Benarkah?” Raja Joseph menggosok-gosok dagunya. Dia kembali teringat perkataan Glenn kemarin malam.

Saya rasa Anda harus memberi prajurit ksatria khusus untuknya, bagi keamanannya, Yang Mulia

“Charlie sudah punya Alfred sebagai Kstaria tangguhnya. Sejak awal Charlie sudah meminta Alfred untuknya. Kurasa tak ada salahnya memberikan Louis seorang Ksatria. Seorang Ksatria tangguh yang bisa kupercayai dan tangkas. Kenapa tidak?” Raja Joseph berbicara kepada dirinya sendiri. “Bukankah begitu, Sahabat?”

Jendral Rodius tersenyum kecil. “Tentu saja, Yang Mulia. Itu merupakan pertimbangan terbaik.”

“Ya, benar. Tabib Glenn bisa menjadi ksatria Louis. Tabib Glenn cekatan, cerdas dan luar biasa, sangat cocok bagi Louis. Lagipula aku mempercayainya, aku sudah menyukai Anak Muda itu sejak pertemuan pertama. Louis juga kelihatan nyaman padanya. Ya, itu baik sekali. Louis dan Glenn.”

Jendral Rodius tersenyum senang. Ini diluar dugaannya, tapi rencananya berhasil sekarang. Tabib Glenn tidak mungkin menolak permintaan Raja.

***

Ocepa Kingdom Eps 5

Lima

Ini sudah sepuluh tahun tapi Permaisuri mungkin masih mengenalimu…

Glenn terbangun dengan mimpi buruk yang sama lagi. Mimpi saat dia bertemu dengan anak laki-laki itu. Glenn mengambil napas panjang untuk menghentikan napasnya yang memburu sambil menyeka dahinya yang berkeringat. Dia turun dari tempat tidurnya dan anjing peliharaannya mengadahkan kepala dengan ekor bergoyang-goyang.

“Selamat pagi, Miko. Bagaimana caranya kau bisa ada di kamarku?” Glenn mengelus kepala anjing kecoklatan itu lalu turun ke bawah tanpa pakaian lengkap. Dia ingin mandi dulu baru berpakaian. Miko mengikutinya dari belakang dengan bersemangat.

“Selamat pagi. Tuan Muda. Anda bangun lebih lambat dari biasa,” Aleph menyapanya dari arah dapur. Dia memakai celemek bunga-bunga dan wangi sarapan membuat perhatian Miko beralih padanya.

“Ya, makanya aku harus bergegas.”

Glenn melompati tumpukan gingseng yang belum dibereskan Aleph sebelumnya, mengambil handuk miliknya lalu melangkah cepat melewati perbukitan menuju sungai di seberang.

“GLENN!”

“Oh, tidak,” gumamnya ketika dia mendengar suara cempreng yang tidak dia sukai itu. “Kenapa harus pagi ini sih?” gerutunya lalu berbalik mendapati seorang gadis dengan rambut dikuncir berlari menghampirinya sambil membawa-bawa keranjang.

“Glenn, selamat pagi!” kata gadis itu dengan mata berbinar. Rambutnya yang keemasan kelihatan menyilaukan jika tertimpa sinar matahari, apalagi jika dipagi hari.

“Pagi, Stacy, ada yang bisa kubantu?”

“Handuk?” dia menyodorkan kain yang tadi dia pegang.

“Aku bawa sendiri, terimakasih.” Glenn menunjuk handuk di bahunya.

“Sarapan?” kali ini dia menyodorkan keranjang yang isinya roti panas padanya. “Aku sudah menyiapkannya khusus untukmu sejak pukul empat pagi.”

“Paman Aleph sudah memasak sarapan untukku. Terima kasih, Stacy.”

Gadis itu kelihatan kecewa.

Namun, Glenn akhirnya mengambil sepotong roti itu dan berkata, “Berikan sisanya pada anak-anak di jalan. Mereka lebih membutuhkannya daripada aku.”

“Baiklah, Glenn. Satu hari lagi untuk kebaikan!” dan gadis itu berjingkat-jingkat riang gembira meninggalkan Glenn dengan kebahagiaan yang menurut Glenn berlebihan. Glenn menggigit rotinya. “Enak juga.”

Glenn cepat-cepat mandi, biasanya dia mandi sebelum matahari terbit tidak seperti penduduk yang lain karena mungkin sungai itu sudah tercemar dengan aktifitas penduduk. Dia berpapasan dengan beberapa orang tua dan mengobrol sebentar sambil membantu membawakan barang bawaan mereka. Barulah dua jam kemudian dia kembali dan mendapati ada tiga pasien yang sudah menunggunya.

Tiga pasien yang datang tidak memiliki penyakit yang parah karena mereka cuma melakukan pemeriksaan rutin seperti yang diusulkan oleh Glenn sebelumnya. Lalu Glenn cepat-cepat mengganti pakaiannya, mengikat kepalanya seperti biasa dan terakhir mengenakan sepatu baru. Aleph sudah lama membelikan sepatu itu padanya karena sepatu sebelumnya sudah rusak parah. Saat dia menutup pintu rumah, Aleph mengantar kepergiannya di depan gerbang bersama dengan Stacy dan anak-anak pengemis yang masing-masing memegangi sepotong roti.

“Hati-hati, Glenn,” kata Stacy sambil berjingkat-jingkat tidak keruan. Anak-anak itu juga ikut-ikutan.

Glenn menaiki Nheo dan memacu kuda kesayangannya itu untuk berlari cepat. Ketika dia lewat penduduk yang mengenalnya melambaikan tangan, mengantar kepergiannya. Daerah yang berbukit-bukit juga tidak menghalanginya. Nheo sudah terlatih melewati segala medan. Sebelum sampai di Ocepa, dia harus melewati perbatasan yang berbahaya melalui Axantos dan itu tidak mudah. Kondisi seperti ini bukan hal yang menyulitkan bagi Nheo.

Dua orang prajurit menghalanginya di depan gerbang. Glenn menunjukan lambang yang pernah diberikan Jendral Rodius padanya. Kedua pengawal itu saling pandang, lalu memberikan jalan untuknya. Dia turun dan seorang prajurit datang ke arahnya.

“Saya akan menyimpan kuda milik Anda, Sir.”

“Terima kasih,” kata Glenn.

Istana terlihat beberapa meter di depannya, tampak megah dengan nuansa warna putih yang indah. Bendera kerajaan berkibar di puncak menara. Di sekeliling istana dipenuhi dengan taman yang berhiaskan bunga berwarna-warni, rumputnya hijau tertata rapi dan beberapa pohon cemara dihinggapi burung yang hilir mudik. Jalan menuju istana berlapiskan batu coral dan beberapa pelayan tampak sibuk hilir mudik membawa nampan, ada yang membawa pakaian dan sisanya membersihkan istana.

Glenn baru menyadari kalau istana itu kelihatan lebih indah dari tempatnya berdiri sekarang. Dia belum pernah lewat dari depan pintu istana dan rasanya agak aneh. Glenn mengalihkan pandangannya ke arah barat, istana Aclopatye kelihatan kecil dari sini, tapi atapnya berkilauan.

Apa yang sedang dia lakukan sekarang ya? Batin Glenn.

Glenn menggelengkan kepalanya. Pikirannya yang sempat melayang pada anak laki-laki waktu itu membuatnya sering merasa bersalah. Sambil menghela napas, Glenn kembali berjalan melewati rerumputan, dia berusaha mengingat dimana kira-kira Pangeran Louis akan dia bisa temukan, atau setidaknya salah satu orang yang dia kenal untuk membawanya pada Pangeran.

“Menjengkelkan!”

Glenn mendengar suara seorang wanita menggunakan gaun yang indah berjalan kesal, menarik-naarik roknya yang kelihatan berat.

“Nona, seharusnya Anda tidak keluar,” pelayan wanitanya mengikutinya dengan nada cemas. “Apa Nona tidak takut pada Tuan?”

“Masa aku harus dijodohkan pada Pangeran Cacat itu?” gerutu gadis itu. “Aku mengakui kalau dia itu tampan dan baik hati serta Pangeran tapi tetap saja dia tak berguna. Aku ini seharusnya dijodohkan dengan Putra Mahkota!”

“Nona!” Pelayan itu berbisik cemas padanya. “Kita sedang di istana! Kalau ada yang mendengar bisa gawat!”

“Memangnya siapa yang—” Nona Muda itu terdiam ketika melihat Glenn. Dengan cepat dia mengubah gayanya yang menjengkelkan menjadi lebih terhormat. “Hei, kau! Sudah berapa lama kau ada disana?”

Glenn menaikan alisnya dan menoleh ke belakang, memastikan kalau gadis itu menunjuknya.

“Ya, kau! Siapa lagi yang ada disana selain kau!” kata Nona Muda itu kesal. Tampaknya dia tak nyaman saat Glenn mengetahui ada yang mendengar kata-katanya. “Aku memerintahkanmu untuk kemari! Cepat!”

Glenn mengikuti perintah gadis itu. “Ya?”

Gadis itu melipat tangannya dan menatap Glenn dari atas sampai ke bawah. Sejak kapan ada pria setampan di istana ini? Batin Gadis itu ketika menilai penampilan Glenn. Dia berdeham untuk membuatnya tampak berkuasa. “Sejak kapan kau disana? Apa kau tak tahu kalau aku ini siapa?”

Glenn mendengus. Tingkah Nona yang satu ini mirip dengan Alfred.

“Maaf, aku tahu kau siapa,” Glenn menanggalkan kesopanannya seperti yang dia lakukan pada Alfred.

Gadis itu kelihatan terhina. Dengan sombongnya dia berkata, “Aku ini Putri Perdana Menteri, calon permaisuri, Asentina Gerald!”

“Oh,” komentar Glenn tanpa reaksi berarti. “Lalu?”

Putri Asentina menggigit bibirnya, wajahnya memerah dengan cepat. “Siapa kau ini? Beraninya tidak sopan pada seorang Putri!”

“Aku cuma seorang rakyat jelata,” kata Glenn mengangkat bahunya dengan tidak peduli. “Anda tenang saja, Nona. Aku tak akan mengatakan yang barusan Anda teriakan itu kepada Pangeran Louis, kesehatannya lebih penting daripada omelan Anda. Permisi.”

Mulut Putri Asentina menganga. Baru kali ini ada orang yang berani berkata seperti itu. Glenn memilih tidak peduli ketika Putri Asentina berteriak-teriak marah padanya. Gadis itu sama sekali tidak cocok menjadi Putri. Glenn berlari kecil, saat ini dia sudah sangat terlambat untuk bertemu dengan Pangeran Louis. Dia melewati beberapa pintu tertutup ketika memasuki kastil dan menjulurkan lehernya ketika menemukan jendela terbuka untuk melihat taman.

“Tabib Glenn!”

Pangeran Charlie melambai. Dia ada di ujung taman bersama dengan Pangeran Louis dan beberapa pelayan wanita, begitu juga dengan Alfred. Glenn cepat-cepat menemui mereka dan dia membungkukan badan ketika melihat ada Raja Joseph juga disana.

“Selamat siang, Yang Mulia. Maaf, saya terlambat.”

“Ah, tidak apa-apa, tidak apa-apa. Kau punya banyak tanggung jawab, aku bisa memakluminya,” kata Raja Joseph lagi.

Glenn memperhatikan kalau para bangsawa itu tidak memakai jubah kebesaran mereka seperti biasa, malah hanya mengenakan pakaian sederhana yang hampir mirip dengan yang dikenakan Glenn: rompi, ikat pinggang kaki, ikat kepala dan sepatu kain.

“Bagaimana keadaan Anda, Pangeran?” Glenn bertanya pada Louis.

“Seperti yang kau lihat, sekarang aku sudah bisa berjalan sendiri bahkan tanganku sekarang serasa lebih ringan. Aku sungguh-sungguh berterima kasih padamu, Tabib Glenn,” kata Pangeran Louis. “Ada lagi yang ingin kau periksa?”

Glenn memperhatikan wajah Pangeran Louis yang sudah berseri, matanya tampak lebih bening dan tidak kelihatan kurus seperti dua minggu lalu. “Saya rasa Anda sudah tidak perlu pengobatan lagi, Yang Mulia. Anda sudah sembuh. Namun, jika Anda ingin menjaga kesehatan Anda, Anda cukup melakukan aktifitas harian yang seperti ini. Olahraga baik untuk tubuh Anda.”

“Tabib Glenn, jika melihat kemampuanmu yang menandingi Tabib Istana, kurasa kau harus mendapatkan sedikit jabatan di istana, sebagai rasa terima kasihku.” Raja Joseph mengangguk-angguk. “Bagaimana menurutmu, Alfred?”

Alfred menjawab dengan nada aneh, “Menurut saya, eh, setuju, Yang Mulia.”

“Maaf, Yang Mulia,” Glenn angkat bicara. “Saya saat ini belum ingin tinggal di istana. Seperti yang Anda tahu, saya masih muda dan belum punya banyak pengalaman. Jadi saya pikir, jabatan yang Anda berikan belum pantas saya terima.”

Raja Joseph menghela napas.

“Tentu saja kau pantas menerima jabatan,” kata Pangeran Charlie ke sisi Pangeran Louis. “Kau mengobati Kakakku yang selama empat tahun ini tidur terus di kamarnya. Tabib Istana sama sekali tak bisa melakukan apa-apa. Tapi kau? Kau cuma butuh waktu dua minggu untuk membuatnya sembuh. Tentu saja itu hal yang luar biasa. Andai saja kami mengenalmu lebih awal, tentu saja kaulah yang jadi Tabib Istana dan kejadian ini tak akan terjadi pada Kakakku.”

“Tapi—”

“Aah, tidak ada tapi-tapian,” Pangeran Louis memotong perkataan Glenn. “Ayah, ambil saja keputusan. Jika menunggu persetujuan Tabib Glenn, dia akan menolak terus sampai akhirnya posisi itu direbut orang.”

“Benar sekali,” Raja Joseph kelihatannya termakan ucapan Pangeran Louis. “Kupikir aku akan menyerahkan jabatan Tabib Istana padamu. Aku percaya padamu, Tabib Glenn.”

Glenn tak mampu lagi berkata-kata. Ini sudah diluar rencananya.

***

Ruangan yang dihadiahkan padanya ada di dalam istana, tepatnya di istana utama Istana Ocepania. Berukuran dua puluh kali dua puluh meter, lebih luas daripada gubuk kediamannya. Ada dua jendela kamar yang besar dengan gorden putih yang berhembus dan kelihatan berkilau-kilauan, sebuah perapian di tengah ruangan. Tempat tidur besar dengan seprai merah menyala terbuat dari bahan yang lembut. Ada lukisan-lukisan yang indah, kebanyakan tentang para wanita. Kemudian lemari yang berisi dengan tumpukan buku-buku tua, sofa berlengan empuk terbuat dari kayu jati berkilat dan permadani indah di lantai.

“Woah…” Alfred mendesah takjub.

“Ini berlebihan,” kata Glenn pada Alfred. “Aku harus mengatakan pada Raja kalau aku tak bisa menerima semua ini. Aku sudah punya rumah sendiri dan itu cukup untukku.”

“Kalau kau menolak, Raja akan kecewa,” kata Alfred duduk di salah satu sofa. “Sama seperti Ayahku, bisa kulihat bahwa Raja dan para Pangeran sangat menyayangimu. Tak ada salahnya kan jika kau menerima ini semua?”

“Aku tak biasa tinggal di tempat seperti ini. Aku tak suka dilayani,” Glenn memegang tengkuknya. “Lagipula, Paman Aleph akan cemas jika aku tak pulang malam ini. Jadi kurasa, aku akan pergi.”

Alfred cepat-cepat berdiri dan menghalangi Glenn yang buru-buru keluar. “Biar aku yang mengatakan padanya kalau kau ada di istana saat ini. Kurasa dia akan mengerti.”

“Tidak, aku—”

“Aku akan dihabisi Raja jika dia tahu kau meninggalkan kamarmu malam ini.”

Glenn menggigit bibir bawahnya. “Kau menang kali ini.”

Alfred memperhatikan Glenn berjalan menelusuri kamarnya dan dia menghela napas lelah. Kelihatannya Glenn benar-benar tidak suka di kamar itu. Tapi apa boleh buat, Raja Joseph sudah memerintahkan Glenn untuk tinggal di istana mulai hari ini. Walaupun sepertinya Glenn lebih memikirkan penduduknya yang dia tinggal, Glenn tak bisa berbuat apa-apa.

***