Kamis, 10 Februari 2011

Ocepa Kingdom Eps 9

Sembilan

Glenn duduk dengan enggan saat Pangeran Willy memaksanya untuk duduk disampingnya. Sejak awal Glenn sudah menduga kalau akan ada hal yang buruk yang akan terjadi. Ini memang tak seburuk dugaannya saat dia bertemu dengan Pangeran Willy tapi jelas sekali membuatnya tidak nyaman.

“Kau harus coba yang ini juga,” Pangeran Willy yang terlalu bersemangat, memasukan daging ke piring Glenn yang sudah penuh dengan makanan.

Glenn menatap piringnya dan menelan ludah. Melihat isinya saja membuatnya tidak ingin makan lagi.

“Pangeran, kurasa ini sudah cukup,” kata Glenn menyingkirkan kalkun yang disodorkan Pangeran Willy.

“Belum. Ini belum cukup. Kau keluar dari istana selama sepuluh tahun, kau pasti tak pernah makan yang begini, makanya kau jadi kurusan. Ini baik untukmu, kau sedang dalam masa pertumbuhan.” Pangeran Willy keras kepala dan tidak mendengarkan perkataan Glenn malah dengan sengaja menuangkan anggur ke gelas pialanya.

Glenn melirik ke sekelilingnya. Semua orang sedang memandang ke arah mereka, masing-masing memasang raut wajah keheranan. Tidak biasanya Pangeran Willy berlaku ramah pada seseorang bahkan Raja Joseph yang ada di atas singgasananya saja sampai mengerutkan dahi, sementara tiga Kestaria Pangeran Charlie duduk di balik meja yang lain, di ujung meja satunya. Tidak satupun dari mereka memasang wajah senang pada Glenn.

Glenn menghela napas. Musuhnya tambah banyak.

“Bersulang?” Pangeran Willy mengangkat gelasnya.

“Maaf, Yang Mulia, saya tidak minum anggur,” Glenn menolak, menyingkirkan gelas yang disodorkan Pangeran Willy.

Pangeran Willy terpaku. Tangannya berhenti di udara dan suasana kembali menegang. Seperti yang sudah diketahui oleh semua orang, Pangeran Willy sangat menjunjung tinggi harga diri karena itu dia tidak suka ditolak, bahkan oleh siapapun.

“Tidak minum anggur?” Pangeran Willy mengulang dengan nada canggung. “Lalu, apa yang kau minum?”

“Air putih, Yang Mulia.”

“Selain itu?”

“Selain itu?” Glenn mengulang dengan dahi mengerut.

“Baiklah. Air putih!” Pangeran Willy memutuskan ketika Glenn terlalu lama berpikir. Dia mengambil gelas piala yang lain, mengisinya dengan air putih dan memberikannya pada Glenn. “Kau air putih, aku anggur. Bersulang?”

Glenn tersenyum dan mengambil gelas yang disodorkan padanya. Bunyi ting dari piala mereka yang beradu membuat suasana kembali mencair.

“Tidak seperti biasanya,” gumam Alfred pada Pangeran Charlie. “Kau tahu sendiri kalau Pangeran Willy tidak suka ditolak.”

“Mungkin Glenn berbeda,” gumam Pangeran Charlie meneguk anggurnya. “Sejak awal dia memang berbeda. Aku ragu dia bukan dari kalangan rakyat jelata. Kenalan bangsawannya banyak sekali.”

Glenn tidak menyukai pesta. Hingar bingar suara kecapi disatukan dengan gendang dan terompet sementara di tengah ruangan sudah ada penari yang terus-menerus menghibur dengan dandanan berbeda setiap kali lagunya berganti. Para Menteri dan kalangan bangsawan lain yang menyukai pesta sibuk tertawa sambil meneguk anggur mereka. Beberapa dari mereka malah ikut masuk ke arena dansa, ikut menari dengan penari istana, betapa memalukannya. Pangeran Charlie mengobrol seru dengan Pangeran Louis dan sesekali mereka tertawa bersama, kelihatan sekali kalau mereka memang akrab sejak dulu. Pangeran Christian lain lagi, sedari tadi dia diam bagai patung, mencoba menghilangkan keberadaan dirinya yang ternyata tidak berhasil. Raja Joseph dan Jendral Rodius mendapati dia yang hendak kabur dari pesta dan menariknya mengobrol.

Glenn tersentak ketika Pangeran Willy memeluknya dari belakang.

“Minum lagi, Glenn!” katanya mengangkat gelasnya tinggi-tinggi. Bau alkohol yang pekat membuat Glenn mengerinyitkan dahinya.

“Tidak, Pangeran.”

Glenn menyingkirkan gelas dari tangan Pangeran Willy dan meletakannya jauh-jauh dari jangkauannya. “Anda sudah terlalu banyak minum. Anda baru pulang hari ini, sebaiknya Anda tidur.”

Pangeran Willy menggeleng. Dia membuka matanya yang tak fokus dengan susah payah. “Ini pestaku. Aku mana boleh pergi dari sini.”

Glenn tidak mendengarkan. “Saya akan mengantar Anda ke kamar.”

Pangeran Willy berkutat ketika Glenn menariknya berdiri. Ketiga Kesatria Pangeran Willy segera bangkit dan menuju kearah mereka.

“Pangeran,” salah seorang dari mereka menahan tangan Pangeran Willy yang satunya. Dia melirik Glenn dengan tatapan yang seolah-olah mengatakan, “Dia ini tuan kami!”

Pangeran Willy segera menarik tangannya dan kembali memeluk Glenn. Glenn harus mengerahkan seluruh tenaganya agar membuat Pangeran Willy tidak jatuh. Dia sama sekali tak bisa menahan keseimbangan tubuhnya sendiri.

“Ayo… tidur… tidur…” katanya tak jelas.

Glenn segera menggendong Pangeran Willy dengan mudah ke punggungnya. Lebih baik menggendongnya daripada membiarkan Pangeran Willy jalan tidak keruan. Pangeran Louis dan Pangeran Christian segera mengalihkan perhatian pada mereka. Pangeran Christian cepat-cepat pamit pada Raja Joseph dan Jendral Rodius dan segera melangkah menuju Glenn.

“Kenapa dia?” katanya dengan nada cemas.

“Mabuk berat. Aku akan membawanya ke kamar,” jawab Glenn. “Kau masih mau disini? Aku berencana tidak kembali.”

Pangeran Christian mengerjap. “Kenapa?”

“Aku tak suka pesta,” gumam Glenn.

Glenn melangkah cepat menyebrangi ruangan. Ketiga Kesatria Pangeran Willy dan Pangeran Christian sendiri mengikut di belakangnya. Kepergian mereka diantar dengan tatapan ingin tahu. Suasana sempat kaku sejenak sampai kemudian Pangeran Louis berkata, “Mari, minum semua!” sambil mengangkat tinggi-tinggi gelasnya.

“Inilah aku… hidup sengsara…”

Glenn menggigit bibirnya saat Pangeran Willy bernyanyi tidak jelas; mengangkat tangannya dan berteriak-teriak ketika mereka melewati lorong gelap. Ketiga Kesatria itu harus menjaga tubuh Pangeran Willy dari belakang, karena setiap kali dia bernyanyi, dia hampir membuat keseimbangan Glenn goyah, membuat mereka hampir terjerambab ke belakang.

“Aah… purnama…” desahnya kembali merangkul leher Glenn—hampir mencekiknya—lalu tersenyum sendiri. “…sama seperti waktu itu…”

Tidak ada satupun dari rombongan yang berniat meladeni sang Pangeran yang mabuk berat bicara.

“… kau ingat Glenn? Waktu itu… sepuluh tahun lalu… mereka datang ke kamarku… membawa pedang berlumuran darah…”

Pangeran Christian menyejajarkan langkahnya kesisi Glenn. Glenn dapat melihat keringat bercucuran di dahinya.

“… waktu itu aku cuma memikirkanmu…” lanjutnya dan tiba-tiba dia kembali mengangkat tangan dan berteriak. “…DAN TERNYATA KAU HIDUP!” lalu tertawa seperti orang gila sambil menepuk-nepuk punggung Glenn. “Pemberontak sialan itu harus mati! Aku bersumpah!”

“Pangeran, kau tak tahu apa yang kau katakan!” kata salah seorang Kesatria menepuk punggung Pangeran Willy dengan nada cemas.

“Diam! Aku tak butuh pendapatmu, Jesse!” Pangeran Willy kembali berteriak. Dia menepis tangan Jesse yang terkaget-kaget dan kembali memeluk Glenn. “Aku hanya akan mendengar pendapat Glenn. Cuma dia…”

Glenn dapat merasakan aura kemarahan menguap dari punggung Jesse. Glenn mempercepat langkahnya dan Pangeran Christian harus bersusah payah mengejarnya. Mereka pun berbelok ke lorong sebelah kanan, melewati pilar-pilar berwarna kelabu dan jendela-jendela tua. Lorong itu terlalu kosong, bahkan tak ada satupun prajurit yang berjaga disana.

Akhirnya, mereka sampai juga di depan pintu ek tua besar berwarna emas dengan tangkai pintu yang sama besarnya. Salah satu dari mereka membuka pintu untuk Glenn. Glenn berjalan terlebih dahulu, melangkahkan kaki melewati karpet lembut dan lukisan-lukisan mahal yang tampak mengerikan dan segera menuju tempat tidur besar berwarna kelabu di sudut ruangan.

Perlahan, Glenn meletakan Pangeran Willy yang mengerang ke atas tempat tidur. Sang Pangeran tampaknya tidak menyadari apa yang terjadi sekarang. Dia memeluk guling disisinya dan tidur dengan tenang. Glenn mengambil napas. Dia menarik selimut dan menutupi tubuh sang Pangeran, lalu melirik Kesatria Pangeran Willy.

“Kurasa dia akan baik-baik saja,” kata Glenn canggung.

“Dia memang akan baik-baik saja,” kata salah satu dari mereka.

“Kita pergi, Pangeran,” kata Glenn menarik Pangeran Christian untuk cepat-cepat meninggalkan kamar Pangeran Willy. Mereka menutup pintu dengan bunyi berdebam dengan tatapan sinis dari Ketiga Kesatria Pangeran Willy.

***

Glenn menerawangi pedangnya yang berkilat-kilat tepat ke arah sinar mentari pagi yang bersinar terik. Pesta sampai pagi membuat istana sunyi. Tidak ada tanda-tanda para bangsawan yang hilir-mudik. Mereka sepertinya masih berada di bawah selimut mereka, begitu juga dengan Raja Joseph dan Pangeran Charlie. Pangeran Louis wajib bangun pagi seperti biasa, menikmati udara pagi sekaligus memperpulih keadaannya yang semakin membaik. Hanya saja dia sedikit terlambat, walaupun begitu dia sudah berjalan-jalan mengelilingi istana dan sesekali melompat-lompat.

“Kau harus mengajariku main pedang.” Pangeran Christian muncul di depannya sambil menyodorkan pedang kayu padanya.

“Kau sudah tahu dasarnya,” Glenn menyarungkan pedang kesayangannya itu kembali ke pinggangnya.

“Main denganku kalau begitu,” kata Pangeran Christian. Dia melempar pedang kayu pada Glenn dan berbalik sambil mengambil pertahanan.

Glenn terkesan saat Pangeran Christian mengambil sikap yang mengejutkan. Caranya mengambil kuda-kuda menunjukan kalau dia cukup berpengalaman memegang pedang. Glenn tersenyum dan mengambil sikap berdiri tegap. Hal itu membuat Pangeran Christian mendengus kesal.

“Ada banyak celah buatku untuk menyerangmu,” kata Pangeran Christian.

“Coba saja, kalau bagitu,” Glenn tersenyum.

Pangeran Christian menyerang. Dia mengangkat tinggi pedangnya, Glenn menghindar dengan mudah dan memukul kepala Pangeran Christian dengan tongkat kayunya. Pangeran Christian mengeluh sambil memegang kepalanya.

“Kau terlalu terburu-buru menyerang,” kata Glenn mengangkat bahunya.

“Cerewet!” Pangeran Christian kembali memegang mantap pedangnya.

Glenn lagi-lagi menghindar dan menahan setiap serangan Pangeran Christian dengan mudah. Setiap tangkisan yang dia berikan malah kadang dia tambahi dengan pukulan pada sang Pangeran sambil mengeritik “Lengah” atau “Gerakan lambat” , “Serangan terlalu lemah” dan “Kau sebenarnya bisa main pedang tidak sih?”

Tiga puluh menit kemudian, dengan napas memburu, keringat bercucuran dan badan memar yang sakit, Pangeran Christian berhenti. Dia berusaha menjaga keseimbangannya dengan pedang kayunya. Sementara Glenn ada dihadapannya, melipat tangan dengan senyuman tersungging di bibirnya.

“Kau masih ingin bermain?” kata Glenn.

Pangeran Christian menggertakan giginya. “Bagaimana caranya kau bisa menghindari semua seranganku?”

“Berarti kau sama sekali tidak belajar dari pengalaman. Aku sudah memperingatkanmu kan?” Glenn menghela napas.

“Aku salah memintamu mengajariku,” Pangeran Christian melempar pedang kayunya dengan kesal lalu duduk di rumput. Perasaannya dongkol.

“Guruku pernah bilang, jika ingin pintar maka harus bersabar dan penuh kerja keras. Kau harus menerima segala kritikan. Itu akan membuatmu jadi lebih kuat. Kau tak tahu kan berapa pukulan yang harus aku terima jika tidak melakukan gerakan yang benar oleh guruku?” Glenn menancapkan pedang kayunya dan menarik pedangnya sendiri. “Guruku memberi nasehat padaku. Pedang bukan alat untuk membunuh orang lain baik itu musuh kita. Jika kita salah memakainya, maka hal itu akan membahayakan nyawa orang lain. Pedang itu hanya alat untuk melindungi diri dan untuk melindungi apa yang menurut kita sangat berharga.”

Pangeran Christian menarik napas saat Glenn menggerakan pergelangan tangannya dengan ringan dan mantap. Pedangnya memberikan suara desiran yang anehnya terasa menakjubkan. Caranya memegang pedang sangat berbeda dengan orang lain yang dia kenal. Dia memang kagum dengan cara Alfred bermain pedang dan ketangkasannya, namun Glenn berbeda. Glenn benar-benar mempesona.

“Bagaimana cara kau melakukannya?”

Glenn berhenti menggerakan pergelangan tangannya dan menoleh ke arah suara. Di pintu lorong ada ketiga Pangeran beserta para Kesatria mereka. Mereka semua tampak terkesan.

“Maaf?” Glenn mengerutkan dahi.

“Bagaimana caramu membuat pedangmu berdesir?” salah seorang Kesatria Pangeran Willy bicara.

Glenn masih mengerutkan dahi. “Aku tak tahu apa yang kau bicarakan.”

“Aku mendengar pedangmu berdesir. Apa kau tak mendengarnya?” katanya lagi.

Glenn bingung. Apa masalahnya jika pedangnya berdesir?

“Pedangku memang berdesir, sama seperti pedang-pedang yang lain,” Glenn menjawab dengan nada kebingungan. “Apa itu aneh?”

“Ya. Aneh.” Katanya cepat. “Sebab pedangku tidak berdesir.”

Glenn cuma menanggapi dengan nada aneh. “Oh.”

“Mungkin ada tekniknya?” kata Pangeran Willy bersemangat. “Kau memang selalu memberikan kejutan. Seperti biasa.” Lalu dia menatap Pangeran Christian dan menganga. “Kenapa tanganmu?”

Pangeran Christian cepat-cepat menyembunyikan tangannya yang memar. “Jatuh. Glenn tak ada disampingku saat itu.”

“Kau mengajari Pangeran Christian main pedang sambil memukulinya?” Alfred menepuk bahu Glenn dengan sebal. Dia tahu jenis memar seperti itu, mustahil sang Pangeran jatuh begitu mudah.

“Ya. Untung saja kami tak pakai pedang sungguhan.”

Alfred menggertakan giginya. “Kau tahu tidak kalau dia itu Pangeran? Kau harus tahu menjaga sikapmu! Jika Raja tahu, kau bisa dipenggal.”

Glenn menyingkirkan lengan Alfred. “Jika aku tak memberitahunya apa yang salah, maka dia akan mati saat main pedang. Dia harus belajar dari kesalahannya. Itu yang diajarkan guruku padaku.”

“Aku pernah dengar kata-kata itu sebelumnya,” salah seorang Kesatria Pangeran Willy bicara. Yang satu ini wajahnya lebih tenang dan dewasa daripada yang lain. Rambutnya pirang kecoklatan dengan kulit kuning dan mata tajam. Dia memakai pakaian bangsawan berwana ungu gelap dengan ikat pinggang kulit di pinggangnya. Dia mengerutkan dahi sambil memperhatikan wajah Glenn lebih teliti. “Sekarang aku ingat siapa kau.”

Glenn menelan ludah.

“Glenn Haistings. Satu-satunya murid dari Aries Elladora dan Lourian Moustiqe yang diberi jabatan oleh Raja Axantos sebagai Black Knight.”

***

Ocepa Kingdom Eps 8

Delapan

“Mulai sekarang kau tinggal di istana ini seperti dulu,” Pangeran Christian menjelaskan tentang istana Aclopatye sambil membuka pintu satu per satu. Glenn ada di belakangnya, mendengarkan dengan teliti semua yang dia katakan walau dalam hati dia merasa kalau perkenalan ini tak perlu. Dia sudah pernah tinggal di istana itu, jadi dia tak akan tersesat.

“Itu perpustakaan, ruang baca, dapur—tak ada pelayan yang masak disana sejujurnya, makanan untukku biasanya dibawa dari Istana Utama, taman—kau bisa melihatnya sendiri, disana ruang makan, kamar mandi dan ah, kurasa kau akan suka, kamarmu.”

Glenn memperhatikan kamarnya dan kaget. Dia sudah lama tidak ada disana dan suasana kamar itu masih sama seperti saat dia meninggalkannya sepuluh tahun yang lalu. Dia berbalik cepat, menatap Pangeran Christian dengan penuh tanda tanya.

“Aku memilih kamar baru yang menunjukan kepribadianku,” kata Pangeran Christian ketika melihat tatapan Glenn.

“Tapi—”

“Ini istanaku, aku bisa memerintah sesukaku.”

“Tampaknya kau menyalahgunakan jabatan itu,” Glenn mempercepat langkahnya saat Pangeran Christian keluar dari kamarnya.

“Kita tukaran, kalau begitu,” gumam Pangeran Christian.

“Tidak akan.”

“Kau selalu mempersulit keadaan.”

“Aku memang begitu.”

Pangeran Christian berhenti dan mendengus kesal. “Bisakah kau untuk tidak keras kepala sekali saja?”

“Sifat itu sudah mendarah daging,” tukas Glenn.

“Hah!” Pangeran Christian frustasi. Glenn memang tak terkalahkan. Tak ada gunanya melawan pendapatnya.

“Boleh aku bertanya satu hal?” Glenn kembali mengikuti Pangeran Christian. “Apa yang terjadi pada Pangeran Willy sampai dia diungsikan ke Selatan?”

Lagi-lagi Pangeran Christian berhenti. Dia mengangkat kepalanya lalu mengambil napas dalam-dalam, kemudian menatap mata Glenn. “Dia mencoba menebas leherku.”

“Itu tak mungkin. Kenapa?”

“Karena dia mengenali mataku!” jawabnya sebal sambil menunjuk matanya yang biru kehijauan. Glenn mengerjap. “Dia dikatai gila dan berhalusinasi lalu diusir dari istana, tapi dia bersumpah tak akan membiarkanku hidup. Kalau kau mengerti maksudku, kau harus melanggar peraturannya. Ini saat yang tepat.”

“Aku tak akan melanggar peraturan!”

“Apa kau tak capek menjaga peraturan itu?”

Glenn menggeleng mantap.

“Terserah padamu! Aku tak tahu lagi harus bilang apa!”

Glenn menghela napas ketika Pangeran Christian meninggalkannya sendirian. Pangeran Willy mengenalinya sama seperti Permaisuri mengenalinya. Itu berarti sebisa mungkin dia tak bleh bertemu dulu dengan Permaisuri. Tapi, sampai kapan?

***

Pangeran Louis menghela napas. Dia memijit-mijit lengannya, rasanya jauh lebih baik daripada waktu itu. Otot-ototnya tidak terasa tegang dan sudah bisa bebas bergerak, setidaknya untuk saat ini dia bisa melakukan gerakan refleks. Dia mengambil sepucuk mawar yang ada di taman dan tersenyum. Taman itu juga tampak lebih indah.

“Yang Mulia, saya datang menjenguk Anda.”

Seseorang menegurnya dan Pangeran Louis kembali tersenyum ketika melihat Putri Asentina. Hari ini dia memakai gaun kebiruan yang kelihatan ringan dan rambutnya dipelintir menawan.

“Senang melihatmu datang,” kata Pangeran Louis lagi. Pelayan Putri Asentina memberi hormat padanya.

“Bagaimana keadaan Anda, Yang Mulia? Sepertinya Anda sudah kelihatan lebih sehat,” Putri Asentina kelihatan kaget melihat Pangeran Louis sudah berjalan-jalan di taman. Rasanya beberapa minggu yang lalu, Pangeran Lumpuh itu masih terbaring di tempat tidurnya.

“Sudah jauh lebih baik. Aku sekarang sudah bisa bergerak sendiri. Seorang Tabib Muda mengobatiku. Orang yang sangat luar biasa,” Pangeran Louis menyodorkan mawar di tangannya pada Putri Asentina. “Mawar yang cantik untuk gadis cantik.”

Putri Asentina tersipu. “Terima kasih, Yang Mulia.”

“Ah, Glenn!” Pangeran Louis berteriak lalu melambaikan tangannya ke belakang punggung sang Putri. “Kemari!”

Putri Asentina menoleh ke belakang dan betapa terkejutnya dia ketika melihat bahwa Pemuda yang mendatangi mereka adalah Pemuda Kurang Ajar yang waktu itu mendengar pembicaraan mereka. Kenapa rakyat jelata itu ada disini sih?

“Yang Mulia, Anda memanggil saya?” Glenn membungkukan badan dan mengerinyitkan dahi sambil menatap Asentina yang sibuk dengan rambutnya. “Ah, Anda yang waktu itu, Nona.”

Pangeran Louis mengerutkan dahinya. “Kalian saling mengenal? Tadinya aku ingin memperkenalkan kalian berdua.”

“Ya…” Putri Asentina gugup.

“Cuma kebetulan, Yang Mulia,” kata Glenn sopan.

“Oh…” Pangeran Louis mengangguk. “Glenn, apa kau ada pekerjaan? Aku mau kau temani aku jalan-jalan. Saat ini aku tak punya teman.”

“Anda sudah punya teman, Yang Mulia,” kata Glenn melirik Putri Asentina.

Pangeran Louis yang menangkap maksudnya segera berkata, “Oh, aku lupa. Baiklah, kau masih ada kerjaan. Tidak apa. Putri Asentina bisa menemaniku.”

Glenn tersenyum, lalu kembali memberi hormat sebelum dia pergi, dia berbisik pada Putri Asentina, “Jangan coba-coba menyakitinya, Putri, kau akan tahu akibatnya.”

Putri Asentina memelototi punggung Glenn yang berlari menjauh. Pemuda itu benar-benar menjengkelkan! Dia menarik gaunnya dan mensejajarkan langkahnya pada Pangeran Louis. “Pangeran, jika boleh saya tahu, siapa Pemuda barusan?”

“Loh, bukannya kalian saling mengenal?” Pangeran Louis kembali berjongkok di antara bunga lily dan memperhatikan bunga itu dengan teliti.

“Tidak, sama sekali tidak,” kata Putri Asentina cepat dan menambahkan dalam hati, mana sudi aku berkenalan dengan rakyat jelata.

“Dia Tabib Muda yang kuceritakan tadi. Namanya Glenn Haistings, usianya enam belas tahun. Sejak awal dia memang menarik perhatian. Tabib Glenn juga pandai main pedang, dia menyelamatkanku waktu itu dan Ayah meminta dia jadi Ksatriaku namun dia menolak.”

“Kenapa?”

“Tabib Glenn sudah menentukan Tuannya sendiri, aku tak bisa berbuat apa-apa. Aku memang kecewa tapi jika Tabib Glenn sudah memutuskan, dia tak akan mudah berpaling.”

Seorang Tabib yang menjabat jadi Ksatria, pikir Putri Asentina, boleh juga. Kurasa Tabib Glenn perlu diawasi. Sepertinya dia juga punya hubungan yang dekat dengan Pangeran Louis. Mungkin aku harus berteman dengannya.

***

Alfred memiringkan kepalanya. Dia mengintip dengan hati-hati dibalik tembok bata dan mengerutkan dahinya. Beberapa meter di depannya terlihat jelas Glenn dan Pangeran Christian sedang berdebat. Hal ini membuatnya bingung, Glenn pernah bilang kalau dia bersahabat dengan Pangeran Chrstian, tapi sejak pertemuan awal mereka, mereka lebih terlihat seperti anjing dan kucing.

Alfred melihat Pangeran Christian mondar-mandir dan sesekali mengangkat tangannya pada Glenn. Tatapannya tidak menunjukan kalau dia bersahabat pada Glenn malah terlihat memusuhinya.

“Dengar!” Pangeran Christian berteriak berang. “Aku Pangerannya dan kau harus menurut!”

Glenn sepertinya mengatakan sesuatu yang membuat Pangeran Christian semakin marah. Dia melempar bukunya dengan kesal dan pergi begitu saja dengan kaki dihentak.

“Sedang apa kau disini?”

Alfred terlonjak kaget ketika mendengar suara seseorang di dekat telinganya. Dengan cepat dia berbalik dan menghela napas lega melihat Pangeran Charlie-lah yang memergokinya. Pangeran Charlie mengerutkan dahi dan melihat apa yang diintip Alfred. Dia dapat melihat Glenn mengejar Pangeran Christian, sementara Pangeran Christian sendiri mengibas-kibaskanya tangannya; mengusir Glenn untuk mejauh darinya.

“Kenapa mereka?” katanya pada Alfred.

“Sepertinya Glenn membuat Pangeran Christian marah,” jawab Alfred.

“Aku bisa melihat itu. Tapi kau sendiri sedang apa?”

Alfred melihat kesekelilingnya, memastikan tidak ada yang mendengar mereka. “Aku sedang menyelidiki sesuatu. Aku rasa hubungan antara Pangeran Christian dan Glenn agak sedikit tidak wajar.”

Pangeran Charlie menjentikan jarinya. “Rupanya kau sadar juga. Akhir-akhir ini aku merasa kalau mereka seperti musuh.” Lalu dia melipat tangannya dan menambahkan, “Glenn rasanya lebih cocok dengan Kakakku, Pangeran Louis. Tapi kenapa Glenn justru memilih Pangeran Christian ya?”

Alfred menggeleng. Dia juga tidak terlalu mengerti.

“Aku mau tanya. Ada sesuatu yang tak kumengerti dari kalian para Kesatria,” Pangeran Charlie mengangkat kepalanya seakan mengingat sesuatu. “Kenapa ada beberapa dari kalian yang dipilih oleh Tuan sementara ada Kestaria yang lain yang memilih Tuannya sendiri? Apa kalian punya prinsip yang berbeda?”

Alfred mengerutkan dahinya.

“Sesungguhnya tidak.” Alfred melipat tangannya. Dia juga terkejut dengan pertanyaan itu. Dengan hati-hati dia menjawab. “Mungkin itu tergantung dengan prinsip masing-masing orang. Aku dipilih olehmu, apa kau lupa? Aku tidak keberatan karena kita selalu bersama sejak kecil, mungkin itu juga jadi bahan pertimbangan dariku, kalau tidak mana aku mau kau jadi Tuanku. Kupikir Glenn juga jadi Kesatrianya Pangeran Christian karena mereka berteman.”

“Tapi ini berbeda,” Pangeran Charlie bersikeras. “Coba pikirkan baik-baik. Dia bahkan sudah dipilih oleh Ayahku untuk jadi Kesatria Kakakku. Dia menolak karena dia sudah memilih Pangeran Christian. Maksudku, buankannya Kesatria itu seharusnya dipilih ya, bukannya memilih.”

“Hm…” Alfred menopang dagunya. “Tapi jika Kesatria memilih orang yang ingin dia jaga, bukankah itu membuatnya jadi lebih bertanggung jawab?”

Pangeran Charlie mengerjap. “Benar juga. Tumben hari ini kau cerdas.”

Alfred tertawa getir. “Tapi aku bingung. Apa yang membuat Glenn ingin jadi Kesatrianya Pangeran Christian ya? Aku tidak bermaksud menghina adikmu, hanya saja, diantara kalian, Pangeran Christian-lah yang tidak punya andil dalam masalah apapun. Dia justru tidak dikenal siapapun di Ocepa. Apa yang membuat Pangeran Christian tampak istimewa di matanya?”

“Aku juga penasaran dengan itu,” gumam Pangeran Charlie. “Aku tak terlalu dekat dengan Christian karena dia selalu sendirian di Istana Aclopatye. Hanya Pangeran Willy yang sedikit menaruh perhatian padanya, tapi kau tahu sendiri kalau empat tahun yang lalu dia berusaha membunuh Pangeran Christian. Kenapa tiba-tiba dia jadi begitu aku juga tidak mengerti. Pangeran Willy dan Pangeran Christian sama sekali tak mau mengatakan apa yang terjadi.”

“Mungkin mereka bertengkar.”

Pangeran Charlie mendengus. “Satu hal yang kalian tak tahu mengenai Pangeran Willy adalah kalau dia akan selalu mengalah pada Pangeran Christian. Dia sangat menyayangi Pangeran Christian, kalaupun mereka bertengkar, aku yakin kalau Pangeran Willy pasti akan mengalah. Pasti ada sesuatu.”

Alfred semakin bingung. Dia memang tidak terlalu mengenal seperti apa sosok Pangeran Willy itu sebenarnya. Namun yang dia ketahui, sama seperti tanggapan semua orang di Ocepa, dia sosok yang sombong. Entahlah, tidak pernah sekalipun Alfred berbicara langsung dengannya. Dan tampaknya Pangeran Willy terobsesi dengan tahta yang pada waktu itu dipegang oleh Pangeran Louis. Dia pernah memegang tahta itu ketika Pangeran Louis sakit keras empat tahun lalu, namun dia melakukan kesalahan tak terduga. Pada malam bulan purnama, dia mencoba membunuh Pangeran Christian. Tanpa alasan yang jelas.

“Omong-omong mengenai Kakakku yang sombong itu, dia akan sampai disini.”

Alfred mengalihkan perhatiannya. “Apa?”

“Ayah kelihatan khawatir dengan keadaan yang sekarang jadi semakin kacau, jadi dia memutuskan kalau hukuman Pangeran Willy sudah cukup. Aku belum menceritakan ini padamu ya?”

Alfred menggeleng.

“Sebentar lagi dia akan sampai,” Pangeran Charlie mengangguk-angguk. “Kehidupan tenang disini tak akan tercapai lagi jika ada dia sesungguhnya. Aku takut kalau dia mengulangi kesalahannya lagi dengan mencoba membunuh Pangeran Christian seperti beberapa tahun lalu.”

“Sekarang ada Glenn sebagai Kesatrinya. Kau tak perlu khawatir.”

“Benar juga.” Pangeran Charlie tertawa. “Tolong bawa Pangeran Christian dan Glenn ke Gerbang Utama, ya. Ada acara penyambutan untuk Pangeran Willy. Semua orang sudah disana.”

***

Raja Joseph kelihatan gugup. Disisinya berdiri Jendral Rodius dan Perdana Menteri. Menteri-menteri dan bangsawan lain berdiri membentuk barisan di bawah tangga yang sudah diletakan karpet merah. Prajurit berseragam berbaris rapi dengan tombak di tangan kanan, masing-masing dari mereka kelihatan pucat. Para Pangeran ada di belakang Raja Joseph beserta dengan para Kestaria pendamping. Tidak ada satupun dari mereka yang memakai mahkota kehormatan.

Bunyi terompet panjang menunjukan kalau barisan pasukan Pangeran Willy sudah sampai, rakyat yang ada di belakang gerbang juga ikut-ikutan membentuk barisan. Mereka bergerombol dengan bisik-bisik ingin tahu. Rakyat tidak menyukai Pangeran Willy yang menurut gosip sangat sombong. Tapi mereka kalihatan antusias ketika menyambut sang Pangeran kembali.

Rakyat bersorak ketika kuda putih milik Pangeran Willy memimpin jalan. Di belakangnya, tiga Kesatria pilihannya mengikuti dengan langkah perlahan. Barisan prajurit menghentak-hentakan kakinya, bendera Ocepa dikibarkan dan kelompak bunga mawar yang sudah disediakan untuk menyambut sang Pangeran berjatuhan dengan sangat cantik.

Pangeran Willy turun dari kuda putih miliknya. Wajahnya tampak lebih pucat daripada saat dia meninggalkan istana. Sinar rasa percaya dirinya yang tinggi terlihat dari mata biru safirnya. Mahkota emas di dahinya tertutupi rambutnya yang coklat keemasan. Dia sangat tampan dengan hidung lurus dan bentuk tubuh yang memesona, charisma yang tidak ada pada Pangeran yang lain.

Dia memerhatikan sekelilingnya. Tidak melambai ataupun memberikan senyuman pada rakyat yang ada di belakangnya. Prajurit berlutut sambil mengatakan, “Selamat datang kembali, Pangeran Willy!” secara serempak. Pangeran Willy tidak mengatakan apa-apa. Dengan langkah tegap dan dagu terangkat dia berjalan melewati karpet merah.

Hanya dengan sikap seperti itu saja sudah membuktikan kalau dia memang Pangeran yang sombong. Dia melewati para Menteri dan Putri-Putri Bangsawan sambil memberikan tatapan tak peduli. Raja Joseph sudah menduga kalau Pangeran Willy belum berubah sama sekali. Ternyata hukuman selama di Istana Selatan sama sekali tidak bisa mengajarkan sesuatu padanya.

“Selamat datang, Putraku,” Raja Joseph mengangkat kedua tangannya dan memeluk Pangeran Willy.

Pelukan itu cuma selama tiga detik. Suasana canggung di acara itu semakin menjadi. Jendral Rodius menahan napasnya ketika melihat sikap tidak sopan Pangeran Willy saat Pangeran Willy melepaskan pelukan Raja Joseph. Tampaknya dia masih marah dan tidak terima karena hukuman yang diberikan padanya.

“Aku tidak melihat Ibunda,” katanya menatap Raja Joseph.

“Ehm, Ibundamu sedang tidak enak badan. Itu sebabnya dia tak bisa datang menyambutmu.” Raja Joseph berusaha membuat bibirnya tersenyum.

“Dia memang selalu tidak enak badan saat aku keluar istana,” gumam Pangeran Willy memutar matanya.

“Willy, jaga sikapmu,” bisik Raja Joseph.

Pangeran Willy menghela napas. “Disini benar-benar membosankan.” Dia memerhatikan barisan di belakang Raja Joseph dan menghampiri Pangeran Louis. “Louis, kau sudah sehat?” katanya kaget.

Pangeran Louis tersenyum. “Ya.”

“Wow! Tabib Istana berhasil menyembuhkanmu kalau begitu!” kata Pangeran Willy, kemudian dia memeluk Pangeran Louis erat-erat. “Baguslah. Kita bisa main pedang lagi seperti dulu!” dia menoleh pada Tabib Istana yang ada di bawah tangga. Dengan bersemangat, Pangeran Willy turun dan menjabat Tabib Istana. “Luar biasa, Tabib Istana. Akhirnya setelah sekian lama, kau berhasil membuat Kakakku bangun dari tempat tidur! Kau benar-benar luar biasa!”

Pangeran Charlie tersenyum kecil. Alfred berbisik di telingnya, “Jika memang Tabib Istana yang berhasil menyembuhkan Pangeran Louis, dia pasti sudah menyombongkan diri.”

“Bukan Tabib Istana, Putraku. Bukan Tabib Istana yang menyembuhkan Louis.” Raja Joseph tiba-tiba angkat bicara.

Pangeran Willy mengerutkan dahi. Dia tampak kebingungan.

“Bukan Tabib Istana?” ulangnya. Dia kembali menatap Tabib Istana. “Kalau bukan kau, lalu siapa?”

“Tabib Glenn Haistings, Adikku,” jawab Pangeran Louis. Dia menunjuk Glenn yang ada disamping Pangeran Christian.

Pangeran Willy melihat arah yang ditunjuk Pangeran Louis. Pangeran Willy kembali terkejut. Dia melepas jabatannya dari Tabib Istana dan cepat-cepat kearah Pangeran Christian.

“Siapa tadi namanya?” Pangeran Willy menatap Glenn lekat-lekat.

“Tabib Glenn Haistings, tapi sekarang dia jadi Kesatria Christian,” kata Pangeran Louis mengerutkan dahinya saat melihat tatapan tak biasa dari Pangeran Willy.

Pangeran Willy mengerutkan dahinya. Ada sesuatu yang tak dia mengerti disini. Dia menatap Glenn dan Pangeran Christian bergantian. Hatinya berkecamuk. Sementara pertanyaan-pertanyaan yang selama bertahun-tahun ada di kepalanya kembali muncul.

Tidak mungkin! Apa-apaan ini!

Dia menatap dalam mata Glenn yang biru safir. Sorot mata yang sama saat sepuluh tahun lalu, saat mereka masih anak-anak. Dulu saat mereka hanya bertiga: dia, Christian dan Glenn.

“Ada apa, Sahabat?” salah seorang Kesatrinya yang berpakaian biru berbisik di telinganya. Ekspresi yang ditunjukkan Pangeran Willy tidak seperti biasanya. Lebih kearah terkejut, kaget, heran, bingung dan senang.

“Glenn Hasitings?” dia bertanya pada Glenn.

“Ya, Yang Mulia,” Glenn membungkukan tubuhnya.

“Kau Tabib dan Kesatria Christian?” katanya lagi.

“Ya, Yang Mulia.”

“Oh. Aku mengerti sekarang. Rofulus benar-benar luar biasa,” bisik Pangeran Willy takjub. “Kau selamat, kalau begitu.”

Raja Joseph terkejut ketika melihat air mata Pangeran Willy yang tiba-tiba jatuh. Ternyata bukan hanya Raja Joseph yang kaget tapi semua orang yang ada pada acara tersebut. Gumaman tak jelas terdengar dan barisan mulai heboh.

“Pengeran Willy, Anda mengenal Tabib Glenn?” Perdana Menteri bertanya dengan nada perlahan.

“Sahabatku!” Pangeran Willy memeluk Glenn dengan erat sambil menangis. “Kau selamat! Aku mengkhawatirkanmu! Akhirnya kau pulang!”

Tiga Kesatria Pangeran Willy mengerutkan dahi. Sahabat?

***

Ocepa Kingdom Eps 7

Tujuh

Glenn menjatuhkan cawan yang dia pegang ketika mendengar kabar yang dibawa Jendral Rodius padanya. Dia tak bisa bergerak dalam beberapa detik. Pangeran Louis yang melihat reaksi Glenn tiba-tiba merasa bersalah.

“Kau tak suka menjadi Ksatriaku, Tabib Glenn?” kata Pangeran Louis menelan kekecewaan yang dipancarkan dari raut wajah Glenn.

Glenn membungkuk untuk mengambil cawan kembali dan mengisinya dengan air dengan tangan gemetar.

“Saya tidak bilang kalau saya tidak suka menjadi Ksatria Anda,” jawab Glenn.

“Lalu, reaksi apa yang kau berikan padaku?” tuntut Pangeran Louis.

“Saya,” Glenn menarik napas. Haruskah dia menjawab pertanyaan itu? “Saya, jika boleh jujur, Yang Mulia, saya sudah berjanji untuk menjadi Ksatria seseorang.”

Jendral Rodius mengerjap.

“Apa? Ksatria seseorang?” ini jawaban yang sama sekali tidak dia duga. “Siapa?”

Glenn tidak menjawab.

“Jawab aku, Tabib Glenn. Aku berjanji padamu, apapun jawabanmu akan aku terima. Aku tidak akan mengambil dirimu dari tangan Tuanmu. Janji adalah janji dan aku akan menjaga janjmu itu.” Kata Pangeran Louis dengan wajah cemas. Ekspresi di wajah Glenn yang tak biasanya menunjukan kalau janji itu begitu penting.

Glenn menelan ludah.

“Saya sudah berjanji akan kembali pada Pangeran Christian.”

Ruangan itu seakan membeku ketika mendengar jawaban Glenn. Sunyi. Dalam beberapa detik mereka terdiam, sampai kemudian Raja Joseph, Pangeran Charlie dan Alfred memasuki ruangan itu.

“Bagaimana Sahabat? Apa kau sudah menyampaikan keinginanku padanya?” kata Raja Joseph berseri-seri. Namun, ketika dia melihat aura di ruangan itu agak sedikit aneh, Raja Joseph mengerutkan dahi dan menatap Louis. “Ada apa? Apa kau sakit lagi?”

Pangeran Louis menggeleng.

“Tapi wajahmu pucat, Kak,” kata Pangeran Charlie duduk disisinya. “Ada yang salah? Apa yang terjadi?”

“Tabib Glenn menolak permintaan Anda, Yang Mulia,” Jendral Rodius menjawab dengan nada tenang. Alfred kelihatan terkejut.

“Kenapa?” Raja Joseph meminta penjelasan.

“Dia sudah menyerahkan hidupnya untuk Christian, Ayahanda,” jawab Pangeran Louis mencengkram selimutnya.

Christian? Ah, aku pernah dengan nama itu sebelumnya, batin Alfred.

Raja Joseph dan Pangeran Charlie kelihatan kaget ketika mendengar jawaban langsung dari Pangeran Louis. Christian… nama itu sudah lama tidak disebutkan sejak beberapa tahun terakhir, bahkan dianggap tak pernah ada lagi di Ocepa.

“Darimana kau tahu tentang Christian?” Raja Joseph akhirnya bisa mengendalikan kekagetannya. Dia menatap mata biru safir Glenn.

Glenn membalas tatapan Raja Joseph. “Dulu saya tinggal di istana Aclopatye, sepuluh tahun yang lalu, sebelum terjadi penyerangan di istana.”

Alfred menganga. Pantas saja Glenn tahu banyak mengenai peraturan yang berlaku di istana, bahkan tentang istana Aclopatye. Ternyata dia pernah tinggal di istana.

“Begitu, ternyata,” Raja Joseph sepertinya masih tak menyangka jawaban Glenn. “Tapi Christian tidak sepopuler anak-anakku yang lain. Dia terikat dengan istana Aclopatye, bahkan untuk keluar dari sana saja dia tak mau. Bagaimana mungkin kau—”

“Pangeran Christian adalah sahabat saya, Yang Mulia. Saya berada disisinya bahkan saat penyerangan itu terjadi,” jawab Glenn. “Untung saja dia bisa selamat saat itu, kondisinya benar-benar gawat.”

Raja Joseph memegang kepalanya.

“Charlie, panggil Christian. Ini perlu diluruskan,” kata Raja Joseph.

“Duduklah, Sahabat,” Jendral Rodius memapah Raja Joseph ke salah satu kursi terdekat. Tampaknya dia sama sekali tak punya tenaga lagi ketika mendengar jawaban mengejutkan itu.

Jendral Rodius mengerutkan dahinya. Sejak awal dia juga merasa aneh saat Glenn memberikan hormat bangsawan ketika mereka melewati seorang anak laki-laki seusianya. Pada saat itu Jendral Rodius tidak tahu kalau anak laki-laki itu adalah bangsawan, sampai kemudian dia mengingat kembali bahwa anak laki-laki itu bernama Christian. Tapi kenapa saat itu mereka bersikap seolah-oleh tidak pernah bertemu?

“Apa saat kejadian itu, Christian terluka?” Pangeran Louis menatap Glenn. “Sejak saat itu Christian sama sekali tak mau bicara. Aku tak tahu apa yang dia pikirkan. Dia juga tak mau keluar dari kamarnya selama enam bulan, membuat pusing seisi istana.”

Glenn mengingat kembali kejadian sepuluh tahun yang lalu.

“Waktu itu kami berdua dimasukan kedalam sebuah lemari kayu yang besar. Kami berdua menunggu dalam kegelapan, sangat ketakutan. Selama dua jam kami disana sampai kemudian ada seorang pria yang membuka pintu dan menarik saya keluar dari lemari. Dia berbisik perlahan pada Pangeran Christian yang masih di lemari kemudian menutup lemari lagi. Pria itu membawa saya keluar dari pintu rahasia kemudian…”

Glenn kembali menelan ludah. Kejadian itu seperti terjadi lagi dalam ingatannya.

“Para perompak itu mengejar kami. Jumlah mereka sangat banyak, mereka membawa pisau yang berlumuran darah…”

Lari! Lari yang jauh!

“Pria itu berhasil membawa saya masuk ke hutan. Namun, pria yang menolong saya terbunuh karena tak bisa melawan mereka sekaligus. Pemandangan yang sangat mengerikan saat itu. Selama dua hari saya di hutan, tidak makan apa-apa dan kelelahan. Yang saya tahu hanya berjalan tanpa arah sampai kemudian ada seseorang yang menyelamatkan saya.”

Glenn mendesah.

“Saya tak tahu apa yang terjadi dengan istana sejak saat itu karena saya sudah melewati daerah perbatasan dan pemburu yang menolong saya pada saat itu membawa saya ke Axantos. Saya tinggal disana sampai kemudian, tiga tahun yang lalu saya kembali ke negeri saya sendiri. Cuma satu yang ada di kepala saya saat ini, yaitu bertemu dengan Pangeran Christian. Namun saat saya bertanya pada penduduk, tidak ada satupun dari mereka yang mengenal Pangeran Christian.”

Glenn menatap Raja Joseph.

“Saya kehilangan harapan, saya pikir Pangeran Christian sudah meninggal namun beberapa minggu yang lalu saya bertemu dengannya. Dia sedikit berbeda, jika Anda mengerti maksud saya, Yang Mulia.”

“Yah… itu karena Christian sama sekali tak mau keluar dari tempatnya sehingga dia dianggap sudah meninggal oleh beberapa kalangan, bahkan para Menteri juga tidak mengenalnya,” kata Raja Joseph lagi-lagi menghela napas. “Sifat keras kepalanya lebih parah daripada Willy, aku tak tahu lagi harus berkata apa.”

Pintu kamar berderit terbuka, Pangeran Charlie sudah kembali dan disisinya ada Christian. Pangeran Christian memiliki wajah yang jauh lebih tampan daripada para pangeran yang lain, rambutnya kecoklatan dengan mata bola mata coklat dan memiliki tubuh tinggi. Christian membungkukan badannya ketika melihat Raja Joseph disana, tanpa berkata apapun.

“Christian, apa kau mengenal dia?” Raja Joseph bertanya langsung sambil menunjuk Glenn yang ada disisi Jendral Rodius.

Christian, seperti biasa, tidak menjawab dan memilih untuk menggeleng.

“Bisakah kau bicara di depan Ayahmu? Aku sedang bertanya,” kata Raja Joseph kelihatan kesal.

Glenn menatap Pangeran Christian yang ikut-ikutan menatapnya.

“Bicara,” kata Glenn perlahan. Nadanya penuh perintah.

“Kau tak punya hak untuk memerintahku,” Pangeran Christian tiba-tiba bicara. Dia menatap Glenn dengan pandangan sinis.

“Rasanya waktu itu kau yang bicara padaku terlebih dahulu. Apa kau lupa?” kata Glenn. Gaya bicaranya seolah-olah dengan teman yang punya derajat sama dengannya. “Atau aku perlu mengingatkannya padamu?”

Pangeran Christian kelihatan kesal. Ini pertama kalinya dia menunjukan ekspresi di wajahnya. “Siapa yang pura-pura lupa? Kau—kau pergi selama sepuluh tahun! Apa kau tak tak tahu seberapa cemasnya aku! Kau dikejar-kejar pemberontak!” dia berteriak kesal sambil menunjuk-nunjuk Glenn. “Sekalipun kau tidak mengirim surat!”

Glenn mendegus, kemudian tersenyum, “Tampaknya, kau sudah menemukan dirimu kembali, Christian.”

Pangeran Christian melipat tangannya sementara matanya menatap dinding. “Kau memang tak bisa dibantah. Cara bicaramu itu.”

“Tidak berubah dari dulu ke dulu, aku sudah terlalu sering mendengarnya, kau tak perlu khawatir,” kata Glenn tersenyum lagi.

“Kau memang menyebalkan,” rutuk Pangeran Christian.

Raja Joseph menaikan alisnya. Jadi pada intinya, mereka saling mengenal. Hal itu tak perlu lagi dipertanyakan, Pangeran Christian juga tampak rileks saat memukul lengan Glenn yang sama sekali tak mau mengalah padanya.

“Glenn menolak menjadi Kesatria Kakakmu Louis, katanya dia sudah berjanji padamu untuk menjadi Kesatrianya.” Kata Raja Joseph melipat tangannya. “Apa itu benar?”

Pangeran Christian menatap Glenn dengan penuh tanda tanya. Glenn menggeleng kecil dan isyaratnya barusan membuat Pangeran Christian menggigit bibirnya. “Kami cuma berjanji untuk selalu bersama.” Katanya.

“Aku tak akan mengambil milikmu,” Pangeran Louis menyingkirkan selimutnya dan berjalan kehadapan Pangeran Christian. “Tabib Glenn sudah menyerahkan hidupnya padamu, tidak ada alasan bagiku untuk menariknya jadi milikku.”

Pangeran Christian tidak mengatakan apa-apa.

“Kurasa lebih baik kubiarkan kalian berdua bicara. Reuni teman lama,” kata Raja Joseph pada akhirnya.

Glenn membungkuk untuk memberi hormat dan mengikuti Pangeran Christian yang sudah terlebih dahulu keluar. Pangeran Christian berjalan cepat dalam diam. Mereka melewati koridor yang dilewati beberapa pelayan dan tidak ada satupun dari mereka yang memberi hormat pada Pangeran Christian. Pangeran Christian melewati lapangan berumput menuju Istana Aclopatye.

“Kau berjalan terlalu cepat,” kata Glenn ketika mereka memasuki istana.

“Ada yang ingin aku bicarakan dan hanya bisa dibicarakan di istanaku,” kata Pangeran Christian membuka pintunya.

“Istanaku?” Glenn mengulang, nadanya mengejek.

“Ya. Istanaku!” Pangeran Christian mengulang jengkel. “Sampai kau melanggar peraturannya, ini akan jadi tetap istanaku!”

Glenn menggertakan giginya. Dia sudah lama tidak bertemu dengan sahabatnya dan cara penyambutan yang tidak biasa ini justru membuat emosinya menaik. Pangeran Christian sudah sangat berubah, atau setidaknya dari sudut pandang itulah yang dilihat Glenn.

“Kau tidak seperti sepuluh tahun yang lalu,” kata Glenn menutup pintu sementara Pangeran Christian sudah menyebrangi kamarnya dan duduk di dekat jendela. “Kau lebih tidak terkendali.”

“Aku sendirian selama sepuluh tahun jika kau lupa!”

“Kau bisa berkomunikasi dengan yang lain.”

“Oh, ya. Ide bagus,” kata Pangeran Christian sinis melipat tangannya. “Aku menghabiskan waktu dengan membaca semua buku di kastil ini, memikirkan apakah kau baik-baik saja atau tidak, sendirian dan tak ada satupun dari penghuni kastil ini yang mengenali aku kalau kau tahu maksudku!”

Glenn mengangkat bahunya, tampak tidak peduli. “Kalau kau mengunci dirimu di kastil ini tentu saja kau tidak dikenal.”

“Aku melakukannya untukmu!” seru Pangeran Christian. Dia berjalan cepat dan memegang baju Glenn dengan berang. “Aku sudah banyak berkorban!”

“Aku tak mau melanggar peraturan, Pangeran,” Glenn menyingkirkan tangan Pangeran Christian. “Kau yang setuju dengan peraturan itu.”

“Sampai kapan?”

“Sampai tiba saat yang tepat,” ucap Glenn. “Sebenarnya aku juga ingin cepat kembali. Tapi aku butuh waktu dua tahun untuk mendapatkan pedang milikku sendiri dan butuh waktu tujuh tahun bagiku mengusai ilmu pedang.”

Pangeran Christian mendecak. Dia duduk dengan tidak sabar ke salah satu sofa. “Kau belajar pedang,” katanya perlahan. “Kau harus mengajariku.”

“Kau bisa belajar dari guru lain yang berbakat,” tukas Glenn.

“Sudah lima orang guru dipanggil kemari dan tidak satupun dari mereka yang berhasil. Kau tahu kenapa? Karena mereka tidak tahan dengan tabiatku yang seperti ini,” katanya lagi. Dia menggigit kepalannya.

“Kau seharusnya tidak separah ini. Kau itu orang baik,” Glenn duduk di salah satu kursi dan menatap keluar jendela lalu menghela napas.

“Aku Pangerannya dan kau—” Pangeran Christian berhenti saat Glenn menatapnya. “Intinya, kau harus mengajariku cara main pedang. Aku tak ingin dilindungi terus dan jadi penakut.”

“Kalau itu maumu, aku tak bisa bilang tidak,” kata Glenn mengangkat bahunya.

***

Stacy memasukan pakaian Glenn yang sudah dilipatnya dengan rapi kedalam tas kulit yang dia beli beberapa waktu lalu sambil bersenandung ria. Sesekali dia melirik Glenn yang mengikat akar-akar daun obat dan memilah ginseng-ginseng kecil. Aleph yang memperhatikan gerak-gerak Stacy mengerutkan dahi sambil tersenyum-senyum. Stacy sudah lama menyukai Tuan Mudanya itu, seperti gadis-gadis lain di desa ini, tapi seperti biasanya, tak ada satupun yang tampaknya berhasil memasuki hati Glenn. Aleph pernah bertanya seperti apa gadis impian Glenn, tapi Glenn menjawab pelan.

“Gadis yang tidak banyak bicara, perhatian, baik hati dan lembut. Tidak perlu yang cantik atau punya senyum menawan, kurasa itu sudah cukup bagiku saat ini.”

Dan sepertinya Stacy termasuk dalam kategori gadis impian Glenn masalahnya tak ada tanda-tanda yang menunjukan bahwa Glenn menyukainya. Stacy hampir memenuhi klasifikasi yang pernah disayaratkan Glenn bahkan melebihi namun Glenn tampaknya belum membuka hatinya untuk cinta saat ini.

“Jadi, kau akan tinggal di istana?” Stacy membuka pembicaraan. Dia berdiri dan meletakan tas penuh itu ke pangkuan Glenn.

“Ya,” jawab Glenn.

“Selamanya?”

“Tentu saja tidak. Sesekali aku pasti kembali,” Glenn menggulung lengan bajunya dan memasukan kedua tangannya kedalam ember yang berisi cairan hijau dan dedaunan pakis.

“Tapi kau akan tinggal disana. Jika ada yang sakit aku harus bagaimana?” Stacy juga ikut-ikutan menggulung lengan bajunya.

“Jangan sentuh ini. Kau cari pekerjaan lain saja,” kata Glenn saat Stacy hendak memasukan tangannya. Gadis itu merengut. “Ah, coba kau periksa berapa macam bahan obat yang kita punya saat ini.”

“Kau belum menjawab pertanyaanku,” Gadis itu mengangkat tinggi roknya dan berjalan ke seberang ruangan, membantu Aleph.

Well, Paman Aleph bisa sedikit pengobatan, kau juga bisa. Jadi kalian berdua masih bisa menangani penyakit biasa,” kata Glenn menarik tangannya yang terkena duri dan mengeluh, “Jika penyakitnya parah, masih ada Tabib Liz di seberang perbukitan. Dia juga tak kalah hebatnya. Mungkin wanita itu agak sedikit sombong tapi keahliannya masih bisa diandalkan. Kurasa dia juga tak akan keberatan untuk mengobati orang-orang miskin.”

“Tetap saja tak ada yang bisa menandingi kehebatan Anda, Tuan Muda,” kata Aleph terkekeh dan mengangkat cawan ke atas lemari.

“Benar, Paman. Itu sebabnya dia dibawa ke istana,” Stacy setuju.

“Terserah kalian berdua mau ngomong apa,” gumam Glenn. Dia berdiri dan menyaring cairan daun pakis itu. Bau menyengat tercium hampir keseluruh ruangan. Cepat-cepat Glenn menutup guci berisi cairan pakis itu dan membawanya ke sudut ruangan. “Setelah ini aku tak akan pulang untuk beberapa waktu. Kuharap saat aku kembali nanti, rumah ini tidak berbeda.”

“Aku akan membersihkannya setiap saat!” kata Stacy melonjak-lonjak kegirangan.

“Kuharap juga begitu, Stacy,” Glenn mencuci tangannya dan mengeringkannya dengan segera. Kemudian dia naik ke kamarnya dan mengambil pedang miliknya dan mengikatnya ke pinggang lalu kembali turun ke bawah.

“Jaga rumah kita, Miko,” Glenn mengelus kepala Miko. Anjing itu menggoyang-goyangkan ekornya dengan senang sementara lidahnya menjulur. Glenn berpamitan pada penduduk yang mengantarnya lalu naik ke atas Nheo. Miko menyalak untuk mengantar kepergian Glenn.

Perannya sebagai Kesatria Pangeran Christian dimulai.

***